Latest Updates
Showing posts with label kehamilan. Show all posts
Showing posts with label kehamilan. Show all posts

Dr. Anung Sugihantono, M.Kes : Hanya 50% Bumil yang Dapat Penjelasan Tanda Bahaya


Direktur Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan RI, Dr. Anung Sugihantono, M.Kes, menyatakan bahwa hanya sekitar 50% Ibu Hamil di Indonesia yang mendapat penjelasan tentang Tanda Bahaya selama pemeriksaan kehami-lannya. Pernyataan yang merujuk pada data hasil Riskesdas (Riset Kesehatan dasar) 2010 itu disampaikannya saat membuka acara kegiatan The Ama-zing Race di Jakarta belum lama ini, tepanya Selasa Pagi 25 Nopember 2014.

Kegiatan The Amazing Race ini, seperti yang dituturkan oleh Direktur Bina Kesehatan Ibu Kementerian Kesehatan RI, dr. Gita Maya Koemara Sakti S., MHA, merupakan salah satu dari banyak rangkaian Kampanye Peduli Kesehatan Ibu dengan hashtag #SayangIbu yang dilaksanakan dalam rangka pencegahan kematian ibu dan bayi yang dilaksanakan secara berkesinambungan selama sembulan bulan, yakni dimulai saat momentum peringatan Hari Kartini pada 21 April 2014 dan akan diakhiri pada momentum peringatan Hari Ibu tanggal 22 Desember 2014.

Apa yang disampaikan dr. Anung di atas, yang tidak lain adalah fakta empiris di lapangan, hendaknya menjadi perhatian seluruh komunitas tenaga kesehatan, khususnya para bidan/perawat atau dokter yang banyak berinteraksi dengan para ibu hamil. Tidak dipungkiri, konsep 3T (3 terlambat) yang selama ini ditengarai sebagai faktor yang ikut berkontribusi dalam menentukan kematian ibu dan anak, berkorelasi dengan data di atas. Ini penting, tegas dr. Anung, karena kita serius untuk menyelamakan Ibu dan anak.

Dalam sambutannya, mantan Kepala Dinas Kesehaan Jawa Tengah  itu juga mengingatkan, meski sudah banyak kemajuan yang telah kita raih di bidang KIA, namun dalam waktu bersamaan kita masih menghadapi  berbagai tantangan, seperti angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) yang masih tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain. Data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 menunjukkan AKI mencapai 359 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan AKB mencapai 32 per 1000 kelahiran hidup.
Mengakhiri sambutannya, lelaki yang low profil itu mene-kankan tiga hal pokok, yakni:

  • Orientasi pembangunan kesehatan harus lebih condong pada aspek promotif-preventif tanpa melupakan aspek kuratif-rehabilitatif;
  • Subyek yang disasar adalah keluarga dan masyarakat, bukan hanya sasaran pokok namun juga pengambil keputusan dalam keluraga dan atau anggota extended family lainnya, sehingga seluruh masyarakat terlibat dan mempunyai rasa tanggungjawab serta melakukannya dengan kesadaran bahwa kita semua dapat melaksanakan upaya pencegahan kematian ibu dan bayi di lingkungan kita sendiri; dan
  • Melibatkan lebih banyak lagi dunia usaha, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan dan donor untuk bersama mengajak dan menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya kesehatan, utamanya kesehatan ibu sebagai fokus utama.
Sementara itu, di tempat yang sama, dr. Gita Maya Koemara Sakti S., MHA menyatakan bahwa Kampanye Peduli Kesehatan Ibu dengan hashtag #SayangIbu memiliki tiga tujuan utama, yaitu: (1) Menggerakkan masyarakat untuk melakukan upaya menjaga kesehatan ibu, khususnya pada saat kehamilan, persalinan dan nifas; (2) Mendorong ibu dan keluarga untuk memeriksakan kehamilan dan segera pergi ke tenaga kesehatan bila terjadi tanda bahaya kehamilan; serta (3) Menggalang komitmen pemangku kepentingan, pemerintah, dunia usaha, organisasi kemasyarakatan untuk berkontribusi dalam usaha mencegah kematian ibu dan bayi. (La Ode Ahmad)

Prof Dinan : Kematian Karena Eklamsia Harusnya Tidak Terjadi


Beberapa tahun belakangan ini kasus Eklamsia memang cenderung meningkat. Tapi kematian karena Eklamsia harusnya tidak terjadi. Demikian pernyataan yang disampaikan oleh Prof. Dr. Dinan S. Bratakoesoema, SpOG (K) Senin pagi (24/11/2014) di Aula Pangkal Perjuangan RSUD Karawang.

Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung itu hadir dalam acara Pendampingan ke-3 (P3) terhadap sejumlah Faskes terpilih di Kabupaten Karawang. Acara ini dimotori oleh Gerakan EMAS (Expanding Maternal and Neonatal Survival) bekerjasama dengan Lembaga Kesehatan Budi Kemulyaan Jakarta.

Lebih lanjut dikatakannya, petugas-petugas kesehatan di perifer, para dokter dan bidan-bidan di Puskesmas maupun bidan-bidan desa atau bidan praktek mandiri, harus bisa memberikan MgSO4 pada ibu yang kondisinya dikhawatirkan akan terjadi kejang. “Untuk kasus-kasus PreEklamsia/Eklamsia, MgSO4 itu primary drug of choice di dunia loh”, tandas beliau.

“Jangan pernah takut memberikan MgSO4. Ingat, obat ini murah tapi bisa menyelamatkan kehidupan”. Beberapa kali pernyataan itu ditegaskan oleh Prof. Bahkan, secara lebih detail lagi beliau menyampaikan tips praktis bagaimana menentukan indikasi pemberian Magnesium Sulfat itu, terutama untuk di tingkat layanan primer.

“Indikasi yang sangat aplikatif, cukup dengan menghitung Respiratory Rate (RR) pasien saja. Sepanjang RR-nya lebih dari 16/menit, langsung masukan itu obat. Tapi ingat, di samping anda harus tersedia Natrium Glukonas sebagai antidotum”, tegas Prof Dinan.

Beliau lebih menekankan  lagi, "jangan terpaku pada indikator urin output. Bagaimana kalian harus mengukurnya dengan peralatan yang terbatas?Untuk mengukur urin output, kalian harus menghitung input-output, harus pasang kateter, urin bag dan lain sebagainya, keburu meninggal pasiennya"  

Ratusan peserta yang hadir dalam acara tersebut, terutama unsur-unsur dari layanan kesehatan primer tampak serius menyimak apa yang disampaikan oleh Profesor yang sudah malang melintang lebih dari 30 tahun di dunia obstetri dan ginekologi itu. “Kalau kalian masih bingung dengan adanya beragam versi cara pemberian MgSO4, silahkan koordinasi dengan POGI (Persatuan Obstetri dan Ginekologi Indonesia) setempat, mau menggunakan yang mana, silahkan”, tandas beliau mengingatkan. Yang jelas, terang beliau, kasus kematian karena Eklamsia harusnya tidak terjadi. (OD)