Latest Updates

Luar Biasa Semangat dan Komitmen Ibu-Ibu PERISKA Cikampek


Sebanyak 7 orang Ibu-Ibu dari Organisasi PERISKA (Persatuan Istri Karyawan PT. Pupuk Kujang) Kecamatan Cikampek menghadiri acara pemantapan Kader Posyandu di Aula Puskesmas Cikampek, Selasa pagi tadi, 9 Desember 2014. Kegiatan ini dilaksanakan menyusul keinginan atau inisiatif Ibu-Ibu PERISKA untuk membentuk Posyandu di wilayah Perumahan PT. Pupuk Kujang.

“Membangun kemandirian masyarakat untuk hidup sehat, yang tidak lain adalah merupakan Visi Puskesmas Cikampek, tidak mungkin terwujud tanpa dukungan sepenuhnya dari seluruh komponen masyarakat”, kata Kepala Puskesmas Cikampek, dr.H. La Ode Ahmad saat membuka acara tersebut.

“Oleh karena itu saya menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada ibu-ibu PERISKA atas inisiatifnya membentuk Posyandu di wilayah Perumahan PT. Pupuk Kujang, karena ini adalah bagian dari wujud nyata komitmen bersama kita untuk membangun kemandirian masyarakat meraih kesehatan yang lebih baik lagi ”, jelas Kepala Puskesmas.

Dilihat dari jumlah kader yang hadir dalam acara pemantapan ini, yang berjumlah 7 orang, sementara Posyandu yang akan dibentuk berjumlah 1 Pos (khusus untuk di kawasan Perumahan PT. Pupuk Kujang), bisa disimpulkan bahwa Ibu-Ibu PERISKA sangat bersemangat, mengingat standar minimal jumlah kader per-posyandu adalah 5 orang sesuai kaidah sistem 5 meja. Standard minimal 5, tapi kali ini mereka (PERISKA) memiliki 7 orang. Luar biasa!

“Bahkan sebenarnya kami memiliki 10 kader untuk 1 posyandu yang akan dibentuk ini, Dok”, ujar Ibu Hanah kepada Kepala Puskesmas Cikampek. Ibu Hanah adalah salah satu pengurus inti PERISKA yang sangat bersemangat menjadi kader. Yang 3 orang lagi, lanjutnya, saat ini tidak bisa hadir karena sedang menjalani cuti bersalin, tetapi mereka sebenarnya sudah komit untuk menjadi kader.

Dalam acara pemantapan kader kali ini, empat orang petugas Puskesmas Cikampek berpartisipasi memberikan materi , yakni Ibu Hj. Martinawati, Am.Keb (Bidan Koordinator), Ibu Enny Tasrini, AMK (Promkes), Ibu Nani Risnayati (Bidan Kalihurip) dan Bp. Muhammad Isa (Petugas Gizi).

Dalam paparannya, Pak Isa mejelaskan banyak hal berkaitan penilaian status gizi sasaran. Beberapa diantaranya mengenai aturan penimbangan berat badan. “Mohon Ibu-Ibu cermat menilai dan menuliskan hasil penimbangan Balita. Seorang anak dengan hasil penimbangan bulan ini bertambah dibanding bulan sebelumnya, belum tentu layak disebut naik atau ditulis” N” dalam KMS-nya”, kata Pak Isa mengingatkan. Anak tersebut layak dikatakan naik berat badannya, lanjutnya menjelaskan, jika pertambahan berat badan tersebut memenuhi ketentuan KBM (kenaikan berat minimal).

Sambil menunjuk pada KMS (kartu menuju sehat), petugas yang berbadan subur ini mejelaskan, untuk bayi berusia 1 bulan misalnya, kriteria KBM-nya adalah 800 gr. Sehinnga, ia akan dikatakan naik timbangannya jika pertambahan berat badannya melampaui angka KBM tersebut, atau minimal sama. “Jadi kalau bayi berusia satu bulan tadi berat badannya bertambah setengah kilogram dibanding berat badan saat lahir, itu tidak dikatakan naik”, imbuhnya, “karena tidak mencapai KBM”. Seperti yang dikatakannya, KBM untuk tiap usia tercantum dengan jelas dalam setiap lembar KMS. Sebelum mengakhiri paparannya, Pak Isa juga mengingatkan kepada seluruh peserta bahwa ada 2 macam KMS, yakni KMS untuk anak perempuan, dan KMS untuk anak laki-laki.

Sementara itu, Bidan Koordinator Puskesmas Cikampek, Hj.Martinawati memberikan pembekalan tentang SIP (sistem informasi posyandu), mulai dari SIP-1 hingga SIP-7. Sistem Informasi Posyandu pada dasarnya berisi format-format standard pencatatan dan pelaporan seluruh rangkaian kegiatan posyandu. Salah satu kekayaan berharga yang bernama ‘data’, tersimpan seluruhnya dalam SIP ini.

Di sela-sela memberikan paparannya, Bidkor Puskesmas Cikampek itu menyampaikan gagasan perlunya di cetak format-format SIP ini dalam media yang lebih besar, kira-kira seukuran kohor ibu/bayi, agar para kader lebih mudah mengisinya, dan ada keseragaman di seluruh posyandu. Dari format yang ada, dengan kolom yang begitu banyak, cukup menyulitkan jika hanya dibuat di atas kertas berukuran folio seperti selama ini.

Menanggapi gagasan tersebut, Kepala Puskesmas Cikampek yang menyimak hingga tuntas acara ini mengatakan bahwa untuk menginisiasi gagasan baik tersebut, Puskesmas bisa menyetaknya satu dua eksemplar, tapi untuk pemenuhuhan kebutuhan seluruh Posyandu tampaknya perlu berkolaborasi, perlu bersinergi, dengan Pemerintahan Desa masing-masing, atau organisasi-organisasi terkait seperti PERISKA umpamanya, khususnya untuk kesinambungan pengadaannya, apalagi ini sejalan dengan ruh Posyandu itu sendiri sebagai UKBM (upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat), yang lahir dari, oleh, dan untuk masyarakat.

Ibu Enny Tasrini, AMK, dalam acara pemantapan ini, menggarisbawahi hal-hal penting berkaitan dengan strata posyandu, kriteria dan makna-makna aplikatifnya di lapangan. Ibu Enny juga berharap, tahun 2016 nanti, Posyandu bentukan PERISKA ini bisa tampil sebagai Posyandu Mandiri yang sekaligus menjadi Posyandu Teladan, dan seterusnya menebar keteladanan dan atau kebaikan itu bagi yang lain.

Ibu Nani Risnayati, selaku Bidan di wilayah Kalihurip, dimana Perumahan PT. Pupuk Kujang ada di kawasan ini, terlihat seperti tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya. “Alhamdulillah, dengan adanya tambahan 1 Posyandu Kujang ini, berarti Kalihurip memiliki 4 Posyandu: Bonsai I hingga Bonsai IV”, katanya dengan wajah riang. Dan dengan terbentuknya Posyandu berikut Kader di Perumahan Kujang ini, sambungnya, saya berharap komunikasi program akan lebih baik lagi ke depannya, khususnya dengan komunitas warga Perumahan PT.Pupuk Kujang.

Di akhir pertemuan, seluruh Ibu-Ibu PERISKA yang sudah berkomitmen untuk menjadi Kader tersebut, dengan sangat meyakinkan menyatakan tekadnya untuk segera merealisasikan kegiatan Posyandu di Perumahan Kujang terhitung mulai Januari 2015, dengan jadual yang telah disepakati bersama, yakni tiap Rabu Minggu ketiga. Soal nama posyandu, disepakati pula dalam pertemuan ini, posyandu di kawasan tersebut bernama Bonsai IV. Dengan demikian, genap sudah 92 (sembilan puluh dua) posyandu di wilayah kerja Puskesmas Cikampek. Barokallahu fiikum.

Lihat Video Slide Lokakarya Bulanan Puskesmas Cikampek

WHO Luncurkan Pedoman Baru Pencegahan & Pengendalian Kanker Mulut Rahim


Pedoman baru dari WHO ini bertujuan membantu negara-negara di dunia dalam upaya mencegah dan mengendalikan kanker mulut rahim lebih baik lagi. Salah satu jenis kanker pada perempuan yang paling mematikan di dunia ini (tetapi paling mudah dicegah), menyebabkan lebih dari 270.000 kematian setiap tahunnya, dimana 85% di antaranya terjadi di negara-negara berkembang. (Visualisasi Kanker Mulut Rahim bisa dilihat di link ini: Mengenal Kanker Mulut Rahim)

Pedoman baru dari WHO tersebut berjudul “Pengendalian Komprehensif Kanker Mulut Rahim: Panduan Praktis Dasar”, yang diluncurkan bertepatan dengan momentum pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi tentang Kanker di Melbourne, Australia, 3 Desember 2014 lalu.

Hal-hal pokok dalam pedoman baru tersebut adalah:

Vaksinasi anak perempuan usia 9 hingga 13 tahun dengan dua dosis vaksin HPV untuk mencegah infeksi Human papillomavirus (HPV), virus yang paling bertanggung jawab untuk sebagian besar kasus kanker serviks. Dengan pengurangan frekwensi pemberian, jadwal 2 dosis telah terbukti sama efektifnya dengan jadwal 3 dosis selama ini. Perubahan ini akan membuat kemudahan dalam mengelola vaksin. Selain itu, mengurangi biaya, yang sangat penting bagi negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah di mana anggaran kesehatan nasional dibatasi tetapi kebutuhan vaksin HPV cukup besar. Hari ini, anak-anak gadis di lebih dari 55 negara dilindungi melalui program pemberian vaksin HPV. Sangat menggembirakan, semakin banyak negara berpenghasilan rendah dan menengah yang memperkenalkan vaksin HPV dalam jadwal rutin imunisasi, dengan dukungan dari GAVI Alliance. (Vaksinasi HPV bisa dilihat di link ini: Vaksinasi Pencegah Kanker Mulut Rahim)

Gunakan Tes HPV untuk kepentingan skrining pencegahan kanker serviks. Dengan Tes HPV, frekuensi skrining akan menurun. Ketika seorang wanita telah diskrining negatif, maka dia tidak harus diskrining lagi setidaknya dalam 5 tahun, tetapi cukup dilakukan skrining ulang setelah 10 tahun kemudian. Ini merupakan penghematan biaya yang cukup besar dalam sistem kesehatan, dibandingkan dengan jika skrining dilakukan dengan jenis tes lainnya.

KIE yang lebih masif. Daripada terlalu berfokus pada upaya mendorong skrining pada wanita berusia di atas 29 tahun, panduan baru ini merekomendasikan KIE (komunikasi, informasi, edukasi) dengan khalayak yang lebih luas: remaja, orang tua, pendidik, para pemimpin dan orang-orang yang bekerja di semua level sistem kesehatan, untuk menjangkau semua perempuan sepanjang hayat mereka.

Dr Nathalie Broutet, seorang ahli dari WHO yang sangat terkenal di bidang pencegahan dan pengendalian kanker mulut rahim mengatakan: "Panduan terbaru WHO tentang pengendalian kanker mulut rahim ini dapat menjadi penentu hidup dan matinya anak-anak gadis serta semua perempuan di seluruh dunia. Tidak ada peluru ajaib, tetapi kombinasi dari alat yang lebih efektif dan terjangkau untuk mencegah dan mengobati kanker mulut rahim akan membantu melepaskan beban berat pada anggaran kesehatan, terutama di negara-negara berpenghasilan rendah, dan berkontribusi pada eliminasi kanker mulut rahim secara drastis".

Estimasi WHO, lebih dari satu juta wanita di seluruh dunia saat ini hidup dengan kanker mulut rahim. Banyak dari mereka tidak memiliki akses ke pelayanan kesehatan, baik untuk pencegahan, pengobatan maupun perawatan paliatif atau pendukung.

Mengatasi ketidakadilan. Angka kejadian kanker mulut rahim telah menurun drastis di banyak negara maju selama 30 tahun terakhir, sebagian besar karena program skrining dan pengobatan. Yang menyedihkan, selama kurun waktu yang sama, angka kejadian di kebanyakan negara berkembang telah meningkat pesat atau minimal tetap tidak berubah, sering karena terbatasnya akses terhadap pelayanan kesehatan, kurangnya kesadaran terhadap program skrining dan pengobatan. Perempuan pedesaan dan miskin berada pada posisi yang sangat rentan terhadap peningkatan risiko kanker mulut rahim.

Pedoman baru WHO ini menyoroti pentingnya menangani diskriminasi gender dan ketidakadilan lainnya dalam kaitannya dengan berbagai faktor sosial (seperti kekayaan, kelas, pendidikan, agama dan etnis), dalam perancangan kebijakan dan program-program kesehatan.

"Tanpa mengatasi ketidaksetaraan gender dan menjamin hak-hak perempuan atas kesehatan, maka jumlah perempuan meninggal karena kanker mulut rahim akan terus melambung," kata Dr Marleen Temmerman, Direktur Departemen Kesehatan Reproduksi dan Penelitian WHO.

Peluang kunci dari hal-hal pokok dalam pencegahan dan penanggulangan kanker mulut rahim sebagaimana disebutkan di atas ditegaskan lebih lugas lagi oleh tim editor panduan baru ini sebagai berikut:

Pencegahan primer: vaksinasi human papillomavirus (HPV), target perempuan berusia 9 sampai 13 tahun, yang bertujuan untuk memproteksi mereka sebelum menjadi aktif secara seksual.

Pencegahan sekunder: peningkatan akses pada teknologi penapisan bagi wanita di atas 30 tahun, seperti pemeriksaan IVA (Inspeksi Visual Asam asetat) atau Tes HPV untuk skrining, diikuti dengan pengobatan lesi prakanker yang terdeteksi, agar tidak berkembang menjadi kanker serviks.

Pencegahan tersier: peningkatan akses terhadap pengobatan kanker dan manajemen bagi perempuan dari segala usia, termasuk operasi, kemoterapi dan radioterapi. Ketika pengobatan kuratif tidak lagi menjadi pilihan, karena kondisi kanker yang sudah invasif atau menyebar ke berbagai jaringan tubuh, maka akses ke perawatan paliatif sangat penting. (La Ode Ahmad) 

News Release asli dari WHO tentang topik ini, bisa diakses melalui link ini: New WHO guide to prevent and control cervical cancer

Untuk mengunduh secara gratis Panduan tersebut di atas, silahkan klik link resmi ini: Comprehensive Cervical Cancer Control

Mengkhawatirkan ! 8,8 Juta Balita Indonesia Mengalami Stunting


Angka stunting alias balita bertubuh pendek akibat kekurangan gizi di Indonesia masih sangat tinggi. Data Indeks TB/U (Tinggi Badan per Umur), menurut hasil Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) 2013 menunjukkan, angka stunting atau kerdil di Indonesia mencapai 37,2% atau sekitar 8,8 juta balita. Fakta yang masih belum menggembirakan ini kembali diungkapkan oleh Menteri Kesehatan RI, Prof.DR.dr.Nila Farid Meoloek Sp.M(K), dalam pidato beliau saat membuka acara Kongres Nasional Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI) XV di The Sahid Rich Jogja Hotel Jln. Magelang Sleman, Rabu (26/11/2014).

Kongres dan Temu Ilmiah yang dihadiri lebih dari 1100 Ahli Gizi dari seluruh Indonesia itu mengusung sebuah tema besar “Penguatan Peran Profesi Gizi Untuk Mendukung Pemerintah Dalam Mencegah Masalah Stunting dan Penyakit Degeneratif di Indonesia. Dengan merujuk hasil penelitian, Menkes mengingatkan seluruh peserta kongres bahwa anak-anak yang lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) dan stunting memiliki potensi tiga kali lebih besar untuk menderita penyakit jantung dan penyakit degeneratif lainnya, serta mempunyai umur harapan hidup yang yang lebih pendek dibandinglan dengan anak-anak yang lahir dengan berat badan dan tinggi badang normal.

Oleh karena itu apabila tidak segera ditangani, lanjut Menkes, masalah balita stunting ini akan menjadi beban pembangunan, terlebih pada periode Bonus demografi yang akan terjadi pada periode 2020-2030 bisa jadi akan kehilangan makna, apabila sumber daya manusia Indonesia bukan sumber daya manusia berkualitas.

Menyadari tantangan besar di atas, Menkes menginformasikan pula dalam sambutannya mengenai salah satu komitmen pemerintah dalam upaya percepatan perbaikan gizi yakni Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi sesuai Perpes Nomor 42 tahun 2013. Gerakan ini, tegas menkes, bukan insisiatif baru, melainkan lebih merupakan peningkatan efektivitas dan inisiatif pada berbagai program kegiatan yang sudah ada.

“Para ahli gizi secara individual maupun institusional PERSAGI sebagai organisasi perlu mengetahui dan menjadi bagian utama dalam Gerakan Nasional tersebut, khususnya berfokus pada aspek-apek promotif dan preventif serta memberdayakan masyarakat untuk dapat meningkatkan ketersediaan, keterjangkauan dan pengolahan pangan serta pola konsumsi pangan yang baik dan benar terutama 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK)”, tandas Menkes.

Di hadapan ribuan ahli gizi dari seluruh Indonesia itu, Menkes berharap agar organisasi PERSAGI mampu bertindak sebagai agen perubahan sehingga dapat memberi kontribusi nyata terhadap upaya perbaikan gizi di negeri tercinta ini, baik melalui intervensi sepesifik maupun intervensi-intervensi yang sensitif. (La Ode Ahmad/Sumber: Kementerian Kesehatan RI)

Dr. Anung Sugihantono, M.Kes : Hanya 50% Bumil yang Dapat Penjelasan Tanda Bahaya


Direktur Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan RI, Dr. Anung Sugihantono, M.Kes, menyatakan bahwa hanya sekitar 50% Ibu Hamil di Indonesia yang mendapat penjelasan tentang Tanda Bahaya selama pemeriksaan kehami-lannya. Pernyataan yang merujuk pada data hasil Riskesdas (Riset Kesehatan dasar) 2010 itu disampaikannya saat membuka acara kegiatan The Ama-zing Race di Jakarta belum lama ini, tepanya Selasa Pagi 25 Nopember 2014.

Kegiatan The Amazing Race ini, seperti yang dituturkan oleh Direktur Bina Kesehatan Ibu Kementerian Kesehatan RI, dr. Gita Maya Koemara Sakti S., MHA, merupakan salah satu dari banyak rangkaian Kampanye Peduli Kesehatan Ibu dengan hashtag #SayangIbu yang dilaksanakan dalam rangka pencegahan kematian ibu dan bayi yang dilaksanakan secara berkesinambungan selama sembulan bulan, yakni dimulai saat momentum peringatan Hari Kartini pada 21 April 2014 dan akan diakhiri pada momentum peringatan Hari Ibu tanggal 22 Desember 2014.

Apa yang disampaikan dr. Anung di atas, yang tidak lain adalah fakta empiris di lapangan, hendaknya menjadi perhatian seluruh komunitas tenaga kesehatan, khususnya para bidan/perawat atau dokter yang banyak berinteraksi dengan para ibu hamil. Tidak dipungkiri, konsep 3T (3 terlambat) yang selama ini ditengarai sebagai faktor yang ikut berkontribusi dalam menentukan kematian ibu dan anak, berkorelasi dengan data di atas. Ini penting, tegas dr. Anung, karena kita serius untuk menyelamakan Ibu dan anak.

Dalam sambutannya, mantan Kepala Dinas Kesehaan Jawa Tengah  itu juga mengingatkan, meski sudah banyak kemajuan yang telah kita raih di bidang KIA, namun dalam waktu bersamaan kita masih menghadapi  berbagai tantangan, seperti angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) yang masih tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain. Data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 menunjukkan AKI mencapai 359 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan AKB mencapai 32 per 1000 kelahiran hidup.
Mengakhiri sambutannya, lelaki yang low profil itu mene-kankan tiga hal pokok, yakni:

  • Orientasi pembangunan kesehatan harus lebih condong pada aspek promotif-preventif tanpa melupakan aspek kuratif-rehabilitatif;
  • Subyek yang disasar adalah keluarga dan masyarakat, bukan hanya sasaran pokok namun juga pengambil keputusan dalam keluraga dan atau anggota extended family lainnya, sehingga seluruh masyarakat terlibat dan mempunyai rasa tanggungjawab serta melakukannya dengan kesadaran bahwa kita semua dapat melaksanakan upaya pencegahan kematian ibu dan bayi di lingkungan kita sendiri; dan
  • Melibatkan lebih banyak lagi dunia usaha, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan dan donor untuk bersama mengajak dan menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya kesehatan, utamanya kesehatan ibu sebagai fokus utama.
Sementara itu, di tempat yang sama, dr. Gita Maya Koemara Sakti S., MHA menyatakan bahwa Kampanye Peduli Kesehatan Ibu dengan hashtag #SayangIbu memiliki tiga tujuan utama, yaitu: (1) Menggerakkan masyarakat untuk melakukan upaya menjaga kesehatan ibu, khususnya pada saat kehamilan, persalinan dan nifas; (2) Mendorong ibu dan keluarga untuk memeriksakan kehamilan dan segera pergi ke tenaga kesehatan bila terjadi tanda bahaya kehamilan; serta (3) Menggalang komitmen pemangku kepentingan, pemerintah, dunia usaha, organisasi kemasyarakatan untuk berkontribusi dalam usaha mencegah kematian ibu dan bayi. (La Ode Ahmad)

KPAI: Pendidikan Kespro Sejak Dini Bisa Cegah Anak Tertular HIV/AIDS


Salah satu faktor resiko terbesar dalam penularan HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah hubungan seks beresiko. Jalur penularan melalui hubungan seks beresiko ini, menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bisa dicegah melalui penyelenggaraan pendidikan Kesehatan Reproduksi (Kespro) sejak dini.

“Dengan memberikan pendidikan Kespro sejak dini, diharapkan anak bisa memiliki sifat menghargai tubuhnya sendiri”, kata Ibu Erlinda, M.Pd selaku Sekretaris  KPAI. Lebih lanjut dikatakannya, pendidikan Kespro bisa dilakukan sejak anak berusia 2 tahun. Fokus awal diarahkan pada aspek-aspek menjaga kebersihan tubuh, tak terkecuali kebersihan organ genital. Seiring bertambahnya usia anak, dilengkapi lagi dengan menanamkan keyakinan pada diri mereka bahwa tubuh adalah titipan Tuhan yang harus dijaga, tidak boleh dinodai oleh siapapun juga, diri sendiri atau orang lain.

Menginjak fase remaja dan puber, muatan pendidikan Kespro diarahkan untuk membangun pengertian anak/remaja seputar perubahan-perubahan fisiologis pada tubuh. Di tahap ini, masih menurut KPAI, penting bagi orang tua atau pendidik menjelaskan resiko-resiko vatal yang dapat terjadi jika anak melakukan hubungan seksual sebelum menikah, tak terkecuali resiko tertular HIV/AIDS itu sendiri.

Kepada anak/remaja dijelaskan jenis-jenis penyakit menular seksual, penyebab-penyebabnya, serta implikasi-implikasi buruknya bagi kesehatan reproduksi mereka. Dengan mengetahui ini semua, lanjut KPAI, anak akan lebih mudah terproteksi dari hubungan seks beresiko, dan dengan sendirinya ini akan mengurangi potensi resiko penularan HIV/AIDS serta hal-hal negatif  lainnya.

Intinya, tandas KPAI kembali, pendidikan Kespro yang dilakukan sejak dini pada akhirnya akan membangun rasa cinta dan apresiasi anak pada tubuhnya sendiri dan orang lain. Ketika kesadaran seperti itu sudah tumbuh, anak akan menolak jika ada yang ingin menodai, dan bahkan sebaliknya ia tidak akan tega pula menodai orang lain. Artinya, selain terhindar sebagai korban, sekaligus juga terhindar sebagai pelaku. (La Ode Ahmad)

Anak-Anak Kita adalah Kehidupan Kita


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia memperkirakan tiap tahun tidak kurang dari 9 juta anak berusia balita (bawah lima tahun) meninggal dunia akibat penyakit-penyakit yang sesungguhnya dapat dicegah. Dan, dua pertiga lebih dari total kematian balita tersebut terjadi pada usia 1 tahun.

Dengan kata lain, terdapat sekitar 6 juta anak setiap tahun yang berakhir kehidupannya sebelum sempat memasuki ulang tahun mereka yang pertama. Ironisnya sekali lagi, mereka meninggal dunia akibat penyakit-penyakit yang sesungguhnya dapat dicegah.

Dari data resmi yang ada, terdapat 5 besar penyakit yang telah diketahui sebagai penyebab utama kematian demi kematian di atas, yakni Pneumonia, Diare, Malaria, Campak dan AIDS. Lima penyakit (atau kumpulan gejala penyakit) inilah yang telah “menyumbang” lebih dari dua pertiga kematian di atas. Sementara sepertiga dari jumlah kematian itu diketahui sangat berkaitan erat dengan kondisi gizi kurang dan atau gizi buruk yang diderita.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia beserta seluruh jajarannya sangat yakin bahwa kita semua, seluruh elemen masyarakat, bisa bergerak menyelamatkan kehidupan dan atau mengurangi beban penderitaan melalui berbagai upaya, diantaranya melalui upaya penyebarluasan informasi mengenai berbagai cara pencegahan yang murah, praktis, dan juga penyebarluasan informasi seputar teknik-teknik perlindungan, pengamanan maupun perawatan kesehatan yang baik.

Bertitik tolak dari keyakinan di atas itulah, maka Kementerian Kesehatan kita sejak empat tahun yang lalu menerbitkan sebuah buku praktis berjudul Penuntun Hidup Sehat (Edisi Keempat). Bagi pembaca yang tertarik pada buku dimaksud, edisi e-book-nya bisa diperoleh secara gratis dengan mengunduhnya pada link ini: Buku Penuntun Hidup Sehat.

Keluarga Besar Puskesmas Cikampek mengajak kepada seluruh komponen masyarakat, melalui para pembaca yang budiman, untuk kiranya memanfaatkan buku Penuntun Hidup Sehat tersebut sebagai bagian dari bukti kesungguhan kita bersama dalam menyelamatkan kesehatan, menyelamatkan kehidupan, atau menyelamatkan generasi.

Para kaum bijak bestari sering mengingatkan bahwa, anak-anak kita adalah kehidupan kita. Bahwa kehidupan dan juga kematian adalah sebuah takdir, memang iya. Dan, meski kita tidak dapat menghindari takdir, namun kita dapat memilih takdir yang lebih baik. Wallahua’lam. (La Ode Ahmad)

73% Petani Karawang Terindikasi Keracunan Pestisida?


Tidak kurang dari 600 orang petani di Kabupaten Karawang yang dilakukan pemeriksaan Cholinesterase Darah, untuk melihat tingkat pajanan pestisida dalam tubuh mereka, diperoleh hasil yang patut mendapat perhatian serius para stakeholder terkait, tak terkecuali komunitas petani itu sendiri.

Lebih jauh, hasil pemeriksaan tersebut, sebagaimana yang dilaporkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Karawang selaku pihak yang melaksanakan kegiatan pemeriksaan dimaksud, menunjukkan bahwa dari 600 orang petani yang diperiksa, 438 orang diantaranya (73%) terindikasi keracunan pestisida. Populasi petani sampel yang terindikasi keracunan tersebut dikelompokkan dalam 3 katagori tingkat keracunan, yakni keracunan ringan (51,5%), keracunan sedang (21,3%), dan keracunan berat (0,2%). Selebihnya, 162 petani (27%) tidak menunjukkan indikasi keracunan, atau dianggap normal.

600 orang petani responden di atas, tersebar di 5 desa pada 5 wilayah kerja puskesmas di Kabupaten yang terkenal sebagai lumbung padi ini. Kelima wilayah kerja puskesmas itu, berturut-turut adalah, Puskesmas Cibuaya (Desa Cibuaya, 150 petani), Puskesmas Pacing (Desa Sukamekar, 100 petani), Puskesmas Pedes (Desa Jatimulya, 100 petani), Puskesmas Sungaibuntu (Desa Kendaljaya, 100 petani), dan Puskesmas Tirtajaya (Desa Medankarya, 150 petani). Dari lima wilayah ini, satu-satunya yang ditemukan ada indikasi keracunan berat adalah di Desa Kendaljaya, Sungaibuntu sebanyak 1 orang (0,2%) petani. Grafik di bawah ini memperlihatkan lebih rinci kondisi di lima wilayah dimaksud.

Tentu saja 73% petani yang terindikasi keracunan pestisida tersebut di atas “hanya” mewakili 600 petani responden di wilayah terpilih, dan bukan cerminan global untuk seluruh petani di wilayah Kabupaten yang terkenal dengan slogan pangkal perjuangan itu. Namun demikian, angka tersebut selayaknya mendapat perhatian serius, agar tidak menimbulkan dampak buruk yang lebih luas di kemudian hari.

Untuk itu, Dinas Kesehatan Kabupaten Karawang, sebagaimana disampaikan dalam pertemuan Evaluasi Program Kesehatan Lingkungan di Aula Dinkes, 26 Nopember 2014, akan membangun sinergitas dengan unsur BP4 (Balai Pelaksana Penyuluhan Pertanian dan Perikanan) dalam bentuk penguatan materi kegiatan penyuluhan kepada komunitas petani penyemprot, terutama mengenai penggunaan pestisida yang aman, sejak dari tahap penyimpanan, pewadahan, penyemprotan, hingga pencucian alat-alat pasca pemakaian. Sinergitas ini tentu saja turut menjadi bagian tak terpisahkan dari Puskesmas, khususnya petugas Kesling dengan peran-peran Promkes yang lebih "menggigit" lagi. (Kalau saja KELOMPENCAPIR seperti di era orba masih ada, sinergitas dalam kaitan seperti ini akan lebih mudah diejawantahkan)

Sebagai penutup sekaligus kata kunci (atau kalimat kunci kali ya, hehe), penting digarisbawahi hal yang ditegaskan oleh Kepala Bidang P2PL (Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan) Dinas Kesehatan Kabupaten Karawang, Dr. Hj. Sri Sugihartati, MM dalam forum pertemuan evaluasi program kesling di atas bahwa “sikap dan perilaku petani dalam menggunakan pestisida sangat menentukan tingkat keamanan penggunaan zat kimia tersebut, tidak saja terhadap diri sendiri, melainkan juga terhadap lingkungan dan atau masyarakat pada umumnya”. Ini penting, tapi sekaligus juga tantangan terbesar, karena hasil wawancara Tim Dinas Kesehatan Karawang dengan 600 petani responden di atas, ternyata 84% di antara mereka tidak menggunakan APD (alat pengaman diri) saat bekerja dengan pestisida. Nah, Lho. (La Ode Ahmad)

Hasil Rekomendasi RMP Dinkes yang tak Boleh Dilupakan



Beberapa waktu yang lalu, tepatnya 29 Oktober 2014, Puskesmas Cikampek melayangkan surat pemberitahuan kepada seluruh Bidan Praktek Mandiri, Balai Pengobatan, Klinik maupun Rumah Bersalin yang ada di wilayah kerja Puskesmas Cikampek, perihal Hasil RMP (Review Maternal Perinatal) Internal Dinas Kesehatan Kabupaten Karawang untuk ditindaklanjuti bersama.

Sesuai dengan Surat dari Dinas Kesehatan Karawang No. 441.8/3092/Dinkes, tentang Surat Edaran Hasil Rekomendasi RMP Internal, Puskesmas Cikampek menyampaikan beberapa hal yang patut menjadi perhatian serius semua kalangan pada umumnya serta segenap jejaring kerja atau mitra Puskesmas Cikampek pada khususnya. Hasil rekomendasi dimaksud adalah sebagai berikut:

  • Bidan yang baru lulus atau asisten bidan harus didampingi oleh bidan senior/yang lebih berkompoten dalam menangani persalinan 
  • Semua persalinan harus di fasilitas kesehatan, tidak boleh di rumah pasien karena tempat persalinan tidak memenuhi standar 
  • Rujukan pasien (maternal/neonatal) harus dilakukan lebih dini ke institusi rujukan yang tepat agar tidak terjadi keterlambatan dalam penanganan kegawatdaruratan 
  • Semua bidan yang menolong persalinan harus kompoten dalam melakukan tindakan manual plasenta, KBI, KBE, dan kondom cateter
  • Ukuran iv cateter yang digunakan untuk tindakan infus, minimal No. 20 (lebih dianjurkan No. 18) 
  • Meningkatkan keterampilan bidan dalam melakukan resusitasi cairan.

Selain 6 hal di atas, hasil rekomendasi RMP Internal tersebut menekankan pula 5 jenis kasus yang harus ditangani atau dirujuk ke Rumah Sakit, yaitu:

  1. Kehamilan dengan riwayat SC
  2. Kehamilan dengan letak sungsang
  3. Kehamilan dengan letak lintang
  4. Perdarahan dalam kehamilan
  5. Pre Eklamsia Berat/Eklamsia.

Semua poin penting yang telah menjadi hasil rekomendasi di atas tentu saja dilatar belakangi oleh tujuan luhur untuk penyelamatan Ibu dan anak, khususnya berkaitan dengan upaya-upaya penurunan AKI maupun AKB. Dengan demikian, sangat patut menjadi perhatian pihak-pihak terkait. (OD)

Prof Dinan : Kematian Karena Eklamsia Harusnya Tidak Terjadi


Beberapa tahun belakangan ini kasus Eklamsia memang cenderung meningkat. Tapi kematian karena Eklamsia harusnya tidak terjadi. Demikian pernyataan yang disampaikan oleh Prof. Dr. Dinan S. Bratakoesoema, SpOG (K) Senin pagi (24/11/2014) di Aula Pangkal Perjuangan RSUD Karawang.

Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung itu hadir dalam acara Pendampingan ke-3 (P3) terhadap sejumlah Faskes terpilih di Kabupaten Karawang. Acara ini dimotori oleh Gerakan EMAS (Expanding Maternal and Neonatal Survival) bekerjasama dengan Lembaga Kesehatan Budi Kemulyaan Jakarta.

Lebih lanjut dikatakannya, petugas-petugas kesehatan di perifer, para dokter dan bidan-bidan di Puskesmas maupun bidan-bidan desa atau bidan praktek mandiri, harus bisa memberikan MgSO4 pada ibu yang kondisinya dikhawatirkan akan terjadi kejang. “Untuk kasus-kasus PreEklamsia/Eklamsia, MgSO4 itu primary drug of choice di dunia loh”, tandas beliau.

“Jangan pernah takut memberikan MgSO4. Ingat, obat ini murah tapi bisa menyelamatkan kehidupan”. Beberapa kali pernyataan itu ditegaskan oleh Prof. Bahkan, secara lebih detail lagi beliau menyampaikan tips praktis bagaimana menentukan indikasi pemberian Magnesium Sulfat itu, terutama untuk di tingkat layanan primer.

“Indikasi yang sangat aplikatif, cukup dengan menghitung Respiratory Rate (RR) pasien saja. Sepanjang RR-nya lebih dari 16/menit, langsung masukan itu obat. Tapi ingat, di samping anda harus tersedia Natrium Glukonas sebagai antidotum”, tegas Prof Dinan.

Beliau lebih menekankan  lagi, "jangan terpaku pada indikator urin output. Bagaimana kalian harus mengukurnya dengan peralatan yang terbatas?Untuk mengukur urin output, kalian harus menghitung input-output, harus pasang kateter, urin bag dan lain sebagainya, keburu meninggal pasiennya"  

Ratusan peserta yang hadir dalam acara tersebut, terutama unsur-unsur dari layanan kesehatan primer tampak serius menyimak apa yang disampaikan oleh Profesor yang sudah malang melintang lebih dari 30 tahun di dunia obstetri dan ginekologi itu. “Kalau kalian masih bingung dengan adanya beragam versi cara pemberian MgSO4, silahkan koordinasi dengan POGI (Persatuan Obstetri dan Ginekologi Indonesia) setempat, mau menggunakan yang mana, silahkan”, tandas beliau mengingatkan. Yang jelas, terang beliau, kasus kematian karena Eklamsia harusnya tidak terjadi. (OD)

Sejuta Manfaat Menyusui

Oleh : Bidan Ratna Syiariah

Menyusui adalah proses memberi makan bayi dengan susu ibu (ASI), baik secara langsung maupun melalui alat bantu (misalnya sendok, botol, atau dot). Bayi yang setelah lahir segera diberi ASI oleh ibunya, akan dapat menyusu secara lebih baik. Selain itu, bayi yang dibiarkan berada dekat dengan payudara ibunya akan secara spontan mencari payudara dan segera menyusu.

Manfaat untuk bayi

Dalam sejumlah literatur disebutkan bahwa menyusui memberi banyak manfaat, baik bagi bayi maupun bagi ibu. Manfaat menyusui bagi bayi, diantaranya adalah membantu mengurangi beberapa penyakit berikut:
  • Alergi dan asma
  • Bakteremia dan meningitis
  • Botulisme
  • Diabetes
  • Infeksi saluran cerna
  • Peradangan usus
  • Sembelit kronis
  • Eksim bayi
  • Anemia karena kekurangan zat besi
  • Infeksi saluran nafas bawah
  • Enterokolitis nekrotikans
  • Otitis media
  • Sindroma kematian bayi mendadak dan infeksi saluran kemih
ASI juga meningkatkan kecerdasan (IQ) dan perkembangan saraf pada masa kanak-kanak.

Manfaat untuk ibu
  • Menunda ovulasi yang secara tidak langsung menjarangkan kehamilan
  • Mempermudah pengembalian berat badan ke berat badan sebelum hamil
  • Meningkatkan kepadatan tulang yang secara tidak langsung mengurangi kemungkinan patah tulang pasca menopause
  • Mengurangi pendarahan setelah persalinan
  • Mengurangi resiko kanker indung telur dan payudara sebelum menopause
    (Berdasarkan rekomendasi dari American Academy of Pediatric)

Perlindungan Kekebalan

Ibu menghasilkan molekul-molekul antibodi IgA (immunoglobulin A) (A)
IgA ini bergabung dengan susu ibu (B) dan melindungi bayi dari kuman penyakit
Mikroba diambil oleh sel M ibu. Sel M membawa makrofag, yang menguraikan kuman penyakit dan memberikan fragmen antigen ke sel kekebalan lainnya, yaitu limfosit T helper.

Selanjutnya Limfosit T helper melepaskan bahan kimia yang mengaktifkan limosit B
Selanjutnya sel B berubah menjadi plasma yang menuju ke jaringan ke jaringan epitel ibu dan melepaskan antibodi (B). Beberapa dari molekul antibodi ini masuk ke dalam ASI dan dicerna oleh bayi. Di dalam saluran pencernaan bayi (C) antibodi menghalangi masuknya kuman ke dalam usus.

Posisi Menyusui
  • Ketika menyusui pilihlah posisi yang paling nyaman untuk ibu dan bayi
  • Posisi yang baik adalah payudara ditahan dengan tangan (jari-jari tangan membentuk huruf C)
  • Jari-jari tangan tidak boleh terlalu dekat dengan putting karena dapat mengubah bentuk alaminya
  • Bayi harus dekat dengan payudara dan ibu hendaknya hanya menyentuhkan putingnya ke bibir bayi secara perlahan. Kontak ini cukup untuk bayi agar membuka mulutnya
  • Segera dekatkan bayi sehingga bayi dapat menghisap dengan benar
  • Posisi menyusui yang benar adalah jika seluruh putting dan areola ‘masuk’ ke dalam mulut bayi
Lihat juga video slide terkait:
>>> Jalan Panjang Menuju Sukses Menyusui Ibu Bekerja

Cara Alami Tingkatkan Produksi ASI Buteki

Oleh : Bidan Darmawaty, AmKeb

Ibu menyusui kerap mendapatkan masalah dalam produksi air susunya. Selama ini, cara tradisional dengan mengonsumsi daun katuk, tapi banyak herbal lain yang dapat digunakan.   Pemenuhan kebutuhan bayi akan ASI merupakan sebuah hak bayi yang harus dipenuhi oleh seorang ibu. Pasalnya, ASI merupakan makanan terbaik bayi terkhusus di enam bulan pertama kehidupan mereka.

Banyak faktor yang memengaruhi kurangnya produksi ASI seorang ibu, salah satunya stres. Kekurangan produksi ASI banyak menyebabkan ibu menyerah pada penggunaan susu formula.   Pada prinsipnya, sebaik apapun susu formula, air susu alami dari tubuh ibu tetaplah yang terbaik bagi buah hati. Oleh karenanya, ibu dapat terus memperjuangkan kelancaran ASI demi buah hati dengan mengonsumsi beberapa makanan pelancar produksi ASI.

Biji adas

Biji adas merupakan salah satu langkah cara herbal yang termudah untuk memperlancar dan memperbanyak produksi ASI. Ibu biasanya menggunakan daun atau biji adas untuk keperluan memasak. Namun, biji adas dapat membantu memperlancar dan memperbanyak ASI.   Caranya seduh dua sendok makan biji adas dalam satu gelas air panas. (Untuk mengetahui seperti apa tanaman adas, silahkan klik Visualisasi Tanaman Adas).

Daun katuk

Sudah menjadi tradisi yang turun-temurun bahwa ibu menyusui yang banyak mengonsumsi daun katuk, ASI-nya akan berlimpah dan kental.   Daun katuk memiliki kandungan vitamin A, C, B1, zat besi, kalium, protein, fosfor, sterol, alkaloid, dan asam seskuiterna.   Ambil daun katuk segenggam, boleh direbus, lalu diminum air rebusannya. Bisa juga dimakan mentah dijadikan lalapan.

Daun mangkok

Salah satu penyebab tidak lancarnya ASI adalah terjadinya penyumbatan di saluran ASI. Daun mangkok dimemarkan, bisa ditambah parutan kunyit dan minyak kelapa, lalu ditempelkan secara menyeluruh di atas payudara. Lakukan sehari dua kali, sampai sembuh.

Kacang kedelai

Kacang kedelai merupakan sumber protein yang baik bagi tubuh. Konsumsi kacang kedelai yang mengandung phytoestrogen secara rutin pun dapat membantu ibu menyusui memiliki kelancaran dan berlimpah.

Lihat juga Video Slide terkait:
>>> Jalan Panjang Menuju  Sukses Menyusui Ibu Bekerja

Senam Hamil Untuk Kesehatan dan Kebugaran Bumil

Oleh : Bidan Darmawaty, AmKeb

Ibu hamil sangat membutuhkan tubuh sehat dan bugar. Hal ini dapat diupayakan dengan makan teratur, cukup istirahat dan olah tubuh sesuai takaran. Dengan tubuh bugar dan sehat dapat menjalankan tugas rutin sehari-hari, menurunkan stres akibat rasa cemas yang dihadapi menjelang kelahiran.

Jenis olah tubuh paling sesuai untuk ibu hamil adalah senam hamil, yg tentunya disesuaikan dengan banyaknya perubahan fisik seperti pada organ genital, perut kian membesar dll. Dengan mengikuti senam hamil secara teratur dan intensif, ibu hamil dapat menjaga kesehatan tubuh dan janin yang dikandung secara optimal.

Manfaat senam hamil
  • Memperkuat dan mempertahankan kelenturan otot-otot dinding perut dan dasar panggul yang penting pada proses persalinan
  • Melatih sikap tubuh guna menghindari/meringankan keluhan-keluhan seperti sakit pinggang dan punggung
  • Membuat tubuh lebih rileks (membantu mengatasi stres dan rasa sakit akibat his ketika bersalin)
  • Melatih berbagai teknik pernafasan yang penting agar persalinan lancar.